My Experience

Selasa, 04 Februari 2014

Merangkum Buku Ilmu Populer " Mengenal Adab Bergaul dalam Al - Qur'an "


TUGAS BAHASA INDONESIA 
MERANGKUM BUKU ILMU POPULER





Oleh :
Ardini Batrisya H (10)
Nuansa Falsafia T (23)
VIII – 7
SMPN 5 YOGYAKARTA
2012/2013




A.    Mengenal Adab Bergaul dalam Al – Qur’an
                Secara etimologis, istilah ‘’adab” merupakan kata serapan dari bahasa Arab, al-adab yang berarti sopan santun, budi pekerti, atau tata cara. Dalam kamus bahasa indonesia, adab mempunyai arti kesopanan,  kehalusan , kebaikan, dan budi pekerti. Dengan demikian, adab adalah semua sikap, perilaku, atau tata cara hidup yang mencerminkan nilai kesopanan, kehalusan, kebaikan, dan budi pekerti. Adapun orang yang beradab adalah orang yang menjalani hidupnya dengan aturan atau tata cara.
                Adab dibagi menjadi menjadi dua macam, yaitu adab individu dan adab sosial. Yang dimaksud adab individu adalah adab yang menyangkut diri sendiri, misalnya adab makan, adab berpakaian, adab tidur, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan adab sosial adalah adab yang terkait dengan perilaku kita terhadap orang lain, contohnya adab bersedekah, adab menjenguk orang sakit, adab bergaul, dan sebagainya.
                Adab merupakan bagian dari akhlak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akhlak diartikan sebagai kebiasaan, perangai atau watak. Akhlak memiliki arti lebih luas dibanding dengan adab karena akhlak mencakup kebiasaan atau perangai, entah yang baik ataupun buruk. Adapun adab lebih menunjuk pada perangai yang baik.
                Akhlak dibagi menjadi dua macam yaitu akhlak mahmudah (baik) dan akhlak madzmumah (tercela). Akhlak mahmudah adalah kebiasaan, perangai, atau watak yang baik. Sebaliknya, akhlak madzmumah adalah kebiasaan, perangai, atau watak yang buruk atau tercela.
                Dalam kehidupan bermasyarakat, orang – orang pasti akan menghormati dan menyenangi orang yang beradab dan memiliki akhlak yang mulia. Berbeda dengan orang yang mempunya sifat tercela dan tidak beradab, maka masyarakat akan merasa tidak senang dengan sikapnya dan akan dikucilkan.
                Akhlak terbentuk dari kebiasaan yang sudah lama dan mendarah daging, sehingga mewujud menjadi tabiat atau watak. Berbeda dengan adab yang bisa dibuat seketika sesuai dengan tata krama yang dibutuhkan. Maka kesimpulannya adalah semakin seseorang beradab, maka semakin tinggi pula kualitas hidup yang dimilikinya. Masyarakat akan memberikan perlakuan khusus kepadanya. Paling tidak, mereka akan lebih menghormati dan menghargai orang beradab daripada yang tidak beradab.
                Banyak sekali ayat – ayat Al – Qur’an yang menjelaskan tentang adab bergaul, salah satunya adalah Qs. Al – Hujarat ayat 10.

Artinya :
“Orang – orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antar saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapatkan rahmat.”
                Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa semua orang yang beriman adalah saudara. Dan dapat disimpulkan bahwa persamaan yang kita miliki akan melahirkan sebuah hubungan persaudaraan. Contohnya adalah hubungan antara kakak dan adik, hubungan ini merupakan hubungan saudara karena memiliki kesamaan ikatan darah.
                Persaudaraan juga dapat terjadi karena berbagai persamaan, seperti :
·         Persaudaraan karena persamaan sifat. Contohnya adalah orang yang suka boros yang dianggap memiliki kesamaan sifat seperti setan.
·         Persamaan suku dan bangsa. Contohnya adalah persaudaraan yang terjalin karena tergabung dalam satu keyakinan suatu suku seperti persaudaraan para Abdi Dalem di Keraton dengan Sri Sultan.
·         Persamaan sebagai makhluk Allah SWT. Dalam sebuah hadis, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad menyebut jin sebagai saudara manusia. Beliau juga melarang manusia untuk beristinja’ (bersuci dari buang air kecil atau besar) dengan menggunakan tulang, karena tulang merupakan makanan dari saudara kita yaitu bangsa jin.

Sesuai dengan prinsip ajaran Islam, persaudaraan karena keimanan memiliki tingkatan lebih tinggi dibanding dengan persaudaraan karena kesamaan suku bangsa, warna kulit, dan sebagainya.
Dalam adab bergaul, terdapat larangan saling mengolok yang dapat menjadi pemicu munculnya pertikaian. Perbuatan mengolok-olok dilarang karena dimungkinkan pihak yang mengolok-olok belum tentu lebih baik daripada yang diolok-olok. Lebih dari itu, perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa apabila ada orang mukmin yang mencela sesama mukmin, berarti ia mencela dirinya sendiri, karena orang-orang mukmin pada hakikatnya seperti satu tubuh (al-jasad al-wahid).

Pada salah satu penggalan ayat Al-Qur’an memberi wejangan kepada orang-orang yang terlanjur melanggar larangan di atas untuk segera bertobat. Bagi mereka yang tidak mau bertobat, maka orang tersebut merupakan orang yang dzalim.

Barang siapa yang ingin bertobat atas apa yang telah diperbuat, pasti akan diberikan taufik (pertolongan) untuk selalu kembali kepada jalan-Nya. Tobat jenis ini adalah yang dilakukan oleh orang-orang yang taat kepada Allah. Misalnya tobat Rasulullah SAW dan para pengikutnya, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar. Mereka senantiasa mengikuti Rasulullah SAW meskipun di saat-saat sulit. Allah pun menerima tobat mereka dengan memberi pertolongan sehingga tetap taat mengikuti Rasulullah SAW dalam kondisi apapun.

Menurut Ar-Ragib Asfahani, bertobat mensyaratkan 4 hal, yaitu:
·         Meninggalkan dosa yang telah diperbuat
·         Menyesal karena telah melakukannya
·         Bertekad untuk tidak mengulangi kesalahannya
·         Menghindari segala hal yang dapat mendekatkannya dengan keburukan
Dalam adab bergaul Allah melarang adanya zann (prasangka) yang tidak berdasarkan pengetahuan. Misalnya, menyangka bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah, atau menyangka seseorang berbuat zina padahal tidak ada bukti yang menunjukkannya. Biasanya, prasangka akan menarik seseorang untuk selalu mencari tahu atau berusaha mengorek sesuatu yang tersembunyi.  Perbuatan tersebut dilarang oleh Allah karena akan membawa seseorang pada dosa yang lebih keji lagi, yaitu gibah.
Jika seseorang yang selalu ingin tahu aib orang lain, maka orang tersebut akan melakukan apapun agar dia dapat mengetahui aib orang lain. Jika orang tersebut tidak beriman, maka orang yang mengetahui aib orang lain pasti akan menyebar luaskan aib tersebut. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tercela dan dilarang oleh Allah SWT karena telah mencemarkan nama baik seseorang. Perilaku tersebut dikenal dengan istilah menggunjing. Perbuatan tersebut dipandang keji oleh Islam. Menurut salah satu hadis, jika seseorang yang menggunjing orang lain, sama saja orang tersebut memakan daging saudaranya yang sudah mati. Seseorang yang menggunjing orang lain pasti akan mendapatkan balasan dari Allah. Dengan demikian, agar seseorang terhindar dari ancaman Allah, maka ia harus bertakwa kepada-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bertakwa mempunyai arti menjalankan perintah Allah.
Dalam etika pergaulan, pasti membutuhkan proses untuk saling mengenal (ta’ruf) satu sama lain. Cara untuk saling mengenal salah satunya adalah dengan berinteraksi satu dengan lainnya. Dalam sebuah interaksi, perbedaan merupakan hal yang wajar. Bahkan perbedaan tersebut dapat melahirkan persaingan yang tidak sehat. Masing – masing pihak akan saling mengunggulkan kelebihannya. Maka, dalam suatu ayat Allah menegaskan tentang kriteria keunggulan yang patut mereka unggulkan. Takwa merupakan kriteria keunggulan yang Allah gariskan kepada mereka. Barangsiapa yang dapat meraih takwa, ia akan mendapatkan tempat paling mulia di sisi Allah SWT. Dengan demikian, yang dimaksud orang paling mulia (akram) adalah orang yang senang melakukan perbuatan terpuji karena Allah semata. Orang yang mampu melakukan perbuatan mulia dengan sebaik – baiknya disebut dengan at – taqiy (orang bertakwa).

B.     Konteks Pergaulan pada Masa Rasulullah
Al – Qur’an diturunkan untuk menjelaskan berbagai persoalan hidup manusia, menggambarkan tentang hari kiamat, memberikan informasi peristiwa yang dialami oleh nabi serta sahabatnya, dan lain sebagainya.
                Surat Al-Hujaarat  diturunkan di kota Madinah. Ayat dalam surat tersebut diturunkan pada saat Rosulullah SAW tinggal di Makkah untuk berjuang keras mengenalkan Islam di tengah masyarakat paganis ( penyembah berhala). Ajaran beliau mendapatkan banyak pertentangan dan kecaman dari masyarakat Makkah terutama kaum Quraisy sehingga mengundang pertentangan pada masyarakatnya. Pada akhirnya, Nabi Muhammad memutuskan untuk hijrah ke Yastrib (Madinah) bersama kaum Muhajirin (dari Makkah).
                Di Madinah, Rosulullah dan para pengikutnya mendapat sambutan baik dari kaum Anshar (dari Madinah). Dan di kota inilah Nabi Muhammad memulai membentuk masyarakat yang berasaskan Al-Qur’an. Hampir tidak ada kehidupan tanpa konflik. Hal ini pernah dirasakan Nabi Muhammad SAW saat di Madinah yang membuat Rosulullah untuk turun tangan mengatasinya.
                Banyak sekali konflik pada zaman Rosulullah SAW, sehingga banyak juga ayat yang diturunkan untuk mengatasi konflik tersebut. Dalam suatu riwayat hadis disebutkan bahwa pada suatu ketika Bilal mengumandangkan adzan di Ka’bah. Mendengar suara adzan tersebut, Usaid Bin Al-Ish langsung berkomentar dengan nada mengejek, “Alhamdulillah, ayahku wafat sebelum mendengar ini.” Kemudian diturunkan sebuah ayat untuk mengatasi sikap mereka yang keliru.
C.     Etika Bergaul dalam Islam

Banyak sekali konflik yang terjadi di Indonesia yang berawal dari persaudaraan. Contohnya kasus Perang Sambas di Kalimantan. Demi memperoleh harga diri sukunya, mereka rela mengorbankan nyawa. Sudah dijelaskan bahwa persaudaraan yang paling mulia adalah persaudaraan karena kesamaan iman. Oleh karena itu, seorang mukmin tidak diperkenankan melukai atau membunuh saudara seiman hanya demi membela harga diri sukunya.
Nabi Muhammad SAW pernah melukiskan persaudaraan diantara orang-orang beriman seperti satu bangunan, di mana sebagian dengan sebagian yang lain saling menguatkan.
Adab bergaul sangat mempengaruhi sifat seseorang. Contohnya adalah, keluarga yang berantakan (broken home) menyebabkan kurangnya adab bergaul dengan keluarga, sehingga orangtua kurang memberikan kasih sayang yang cukup kepada anaknya yang mengakibatkan sang anak tidak lagi menaruh hormat kepada orangtuanya. Karena sang anak merasa tidak nyaman dengan keluarganya. Sang anak pasti akan memilih keluar dari rumah dan memilih tempat lain yang akan berakibat fatal terhadap dirinya. Sang anak malah terbawa dalam arus pergaulan bebas.
Penerapan adab bergaul sangat menentukan terciptanya kedamaian dan ketenangan. Kepedulian masyarakat yang rendah terhadap pergaulan akan membuka pintu permusuhan. Itulah pentingnya adab bergaul dalam hidup bermasyarakat.
Dalam adab bergaul, sebenarnya kita diperbolehkan untuk berteman dengan siapa saja. Meskipun demikian, alangkah lebih baik apabila kita bergaul dengan orang-orang yang dapat mengantarkan kita menjadi lebih baik. Sebab perilaku kita sangat bergantung pada perilaku teman dekat kita. Maka, untuk mengenal pribadi seseorang, lihatlah dengan siapa dia bergaul.
Beberapa cara adab bergaul, diantaranya :
1.       Larangan mengolok-olok.
2.       Larangan mencela.
3.       Larangan memanggil dengan panggilan buruk.
Panggilan buruk merupakan panggilan nama yang dapat merendahkan citra orang lain dan membuat orang lain merasa tidak dihormati. Namun, jika orang tersebut tidak merasa terganggu dipanggil dengan nama tersebut, maka itu tidak dilarang. Salah satu contohnya adalah, sahabat Nabi yang bernama Abu Hurairah yang berarti Bapak Kucing. Padahal ia memiliki nama asli Abdurrahman bin Shakhr.
Sikap saling menghormati merupakan cara penting dalam bergaul. Salah satu bentuk menghormati adalah dengan memanggil orang lain dengan panggilan yang baik. Orang akan merasa dihormati bila dipanggil dengan panggilan yang baik.
Di antara panggilan yang paling buruk menurut Al-Qur’an adalah panggilan kefasikan (sifat-sifat buruk) setelah orang yang bersangkutan telah bertobat. Contohnya, mantan pejudi.

4.       Larangan berprasangka buruk.
Prasangka, pada dasarnya merupakan pengetahuan naluriah manusia (idrak al – insan). Hal ini hadir dalam diri manusia secara otomatis tanpa diupayakan. Biasanya, prasangka muncul ketika seseorang melihat sebuah kenyataan diluar dirinya. Misalnya, seorang siswa sadar bahwa telah kehilangan uang. Secara spontan muncul dalam benaknya berbagai prasangka.
Orang beriman dilarang menyatakan sesuatu yang masih bersifat dugaan karena, apabila dugaan tersebut telah diucapkan orang lain, maka bisa dipastikan dugaan itu akan menyebar.

5.       Larangan mencari kesalahan orang lain.
6.       Larangan menggunjing / gibah.
           Adalah menyebut – nyebut aib orang lain, sedangkan orang yang disebut tidak berada di tempat.           



                                                               



               



Tidak ada komentar:

Posting Komentar